Gue ngerasa, Bang Toni bukan hanya seorang pelatih, Beliau
adalah seorang Ayah.
Seorang Ayah yang yakin kalau gue memiliki potensi. Ketika
gue ga yakin bisa memimpin tim, Beliau melihat mata gue, dan mengatakan bahwa
gue bisa. Ketika gue mengatakan “ aku ga bisa dribble kiri, coach”, Beliau yang selalu
meminta gue belajar dribble kiri. Beliau selalu yakin pemain nya pasti bisa,
asalkan mau.
Bang Toni selalu menyelipkan pelajaran hidup melalui basket. Ada tiga pelajaran yang melekat di gue:
Yang pertama adalah, “Musuh utama bukanlah lawan di lapangan,
tetapi diri kita sendiri.” Maksudnya bukan kita harus memusuhi diri sendiri,
tetapi penghalang pertama untuk sukses sebenarnya bukan lawan tanding di
lapangan, tetapi rasa malas, rasa takut dalam diri kita. Itu yang harus kita
hilangkan.
Yang kedua adalah disiplin. Beliau sangat menerapkan
disiplin dalam tim. Bahkan Beliau memiliki prinsip, “Tidak ada pemain bintang.” Beliau lebih memilih pemain yang rajin latihan, dibandingkan pemain yang jago,
tetapi jarang latihan.
Gue ngerasa pengalaman 7 tahun lebih dilatih basket oleh
Beliau, seperti bukan hanya latihan basket. Tetapi pembentukan karakter,
pembentukan mental. Kalau dulu gue ga dilatih Beliau, mungkin gue ga bisa
seperti ini.
Dan, pada 27 Februari 2014 lalu, gue kaget ketika
mengetahui kabar, bahwa Abang sudah tidak ada. Seperti tidak percaya, gue
bersandar di sofa gue.. Mata gue berkaca kaca.. Gue masih ga percaya itu terjadi.
Terima kasih untuk ilmu, dedikasi, waktu, dan semuanya. Terima
kasih sudah merubah hidup saya, Bang.
Walaupun Abang sekarang sudah tidak akan pernah hadir di
saat kami latihan, ilmu dan semangat Abang akan selalu berada di hati kami.
Terima kasih Bang Toni.
We will always love you, Abang. :)
No comments:
Post a Comment